2. Bass
A. Bass Duduk
B. Bass Pukul
3. Tam/ Timbal
4. Keprak/Kaprak/Rampak
5. Darbuka/Tumbuk/Calti
6. Tamborin Mika
Berikut beberapa kutipan tentang Shalawat adalah satu-satunya ibadah yang pasti diterima oleh Allah, dan pesan ulama tentang Shalawat
Syaikh Ali Jum’ah mengatakan :
"Bershalawat Nabi adalah amalan yang pasti diterima oleh Allah. Jika kamu bersedekah, dan kamu ingin dipuji, maka sedekahmu sia-sia. Begitu pula jika kamu shalat karena ingin diperhatikan manusia, shalatmu tanpa pahala. Tapi jika kamu bershalawat, walaupun kamu riya, kamu tetap akan mendapatkan pahala, karena shalawat berhubungan dengan Nabi Allah yang agung, yaitu Nabi Muhammad Saw.”
Dalam kitab al-Fawaid al-Mukhtarah, Syaikh Abdul Wahab asy-Sya’roni meriwayatkan bahwa Abul Mawahib Imam asy-Syadzili berkata :
“Aku pernah bermimpi bertemu Baginda Nabi Muhammad Saw. Aku bertanya, “Ada hadits yang menjelaskan sepuluh rahmat Allah diberikan bagi orang yang berkenan membaca shalawat, apakah dengan syarat saat membaca harus dengan hati hadir dan memahami artinya?” Nabi Saw. menjawab, “Bukan, bahkan itu diberikan bagi siapa saja yang membaca shalawat meski tidak faham arti shalawat yang ia baca.”
Ulama sepakat bahwa shalawat pasti diterima, karena dalam rangka memuliakan Rasulullah Saw. Ada penyair yang berkata :
“Senantiasalah membaca shalawat, sebab shalawat pasti diterima. Adapun amal yang lain mungkin saja diterima atau ditolak, kecuali shalawat pasti diterima.”
Imam Abul Hasan asy-Syadzilli pernah berkata :
“Di akhir zaman tidak ada amalan yang lebih baik daripada bershalawat kepada Rasulullah Saw.”
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyatakan :
“Tidak tertolak shalawat atas Nabi Saw.”
Al-Hafidz asy-Syaraji berkata :
“Semua dzikir tidak diterima kecuali dengan khusyuk dan hadir hatinya kecuali shalawat, maka akan diterima meskipun tanpa khusyuk dan hadirnya hati."
Abul Hasan al-Bakri berpesan: “Seharusnya tiap hari seseorang jangan kurang membaca shalawat dari 500 kali.”
Syaikh Abdul Qadir al-Jailani pernah berwasiat :
“Dengan membaca shalawat, seorang hamba dapat meraih keridhaan Allah Swt., memperoleh kebahagiaan dan restu Allah Swt., berkah-berkah yang dapat dipetik, doa-doa yang terkabulkan, bahkan dia bisa naik ke tingkatan derajat yang lebih tinggi, serta mampu mengobati penyakit hati dan diampuni dosa-dosa besarnya.”
Adapun Syaikh Ibn Athaillah as-Sakandari berkata :
“Siapa yang (merasa) tidak memiliki amalan shalat dan puasa yang banyak untuk menghadap Allah di hari kiamat, maka hendaknya ia perbanyak membaca shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Saw.”
Al-Quthb al-Imam al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad menyebutkan bahwasanya para ulama berkata :
"Satu shalawat dari Allah cukup untuk seorang hamba, dunia dan akhirat.”
As-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki pernah berpesan :
“Jangan tinggalkan membaca shalawat kepada Rasulullah Saw. Karena bacaan shalawat itu merupakan kunci segala kebaikan dan pintu segala keutamaan untuk agama, dunia dan akhirat.”
Al-Habib Umar bin Hafidz mengatakan :
“Sesungguhnya apabila engkau melakukan ketaatan kepada Allah seumur hidupmu, bahkan Allah berikan di atas umurmu adalah umurnya seluruh manusia untuk digunakan dalam ketaatan kepadaNya, maka sesungguhnya lebih hebat satu shalawat dari Allah Swt.”
Sekian.
Shalawat Badar adalah “Lagu Wajib” Nahdlatul Ulama. Berisi puji-pujian kepada Rasulullah SAW dan Ahli Badar (Para Sahabat yang mati syahid dalam Perang Badar). Berbentuk Syair, dinyanyikan dengan lagu yang khas.
Shalawat Badar digubah oleh Kia Ali Mansur Banyuwangi, salah seorang cucu dari KH. Muhammad Shiddiq Jember tahun 1960. Kiai Ali Mansur saat itu menjabat Kepala Kantor Departemen Agama Banyuwangi, sekaligus menjadi Ketua PCNU di tempat yang sama. Proses terciptanya Shalawat Badar penuh dengan misteri dan teka-teki.
Konon, pada suatu malam, ia tidak bisa tidur. Hatinya merasa gelisah karena terus menerus memikirkan situasi politik yang semakin tidak menguntungkan NU. Orang-orang PKI semakin leluasa mendominasi kekuasaan dan berani membunuh kiai-kiai di pedesaan. Karena memang kiai-lah pesaing utama PKI saat itu.
Sambil merenung, Kiai Ali Mansur terus memainkan penanya diatas kertas, menulis syair-syair dalam bahasa arab. Dia memang dikenal mahir membuat syair sajak ketika masih belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri.
Kegelisahan Kiai Ali Mansur berbaur dengan rasa heran, karena malam sebelumnya bermimpi didatangi para habib berjubah putih-hijau. Semakin mengherankan lagi, karena pada saat yang sama istrinya bermimpi bertemu Rasulullah SAW. Keesokan harinya mimpi itu ditanyakan pada Habib Hadi Al-Haddar Banyuwangi. Habib Hadi menjawab: “ Itu Ahli Badar, ya Akhy.” Kedua mimpi aneh dan terjadi secara bersamaan itulah yang mendorong dirinya menulis syair, yang kemudian dikenal dengan Shalawat Badar.
Keheranan muncul lagi karena keesokan harinya banyak tetangga yang datang kerumahnya sambil mebawa beras, daging, dan lain sebagainya, layaknya akan mendatangi orang yang akan punya hajat mantu. Mereka bercerita, bahwa pagi-pagi buta pintu rumah mereka didatangi orang berjubah putih yang memberitahukan bahwa dirumah Kiai Ali Mansur akan ada kegiatan besar. Mereka diminta membantu. Maka mereka pun membantu sesuai dengan kemampuannya.
“Siapa orang yang berjubah putih itu?” Pertanyaan itu terus mengiang-ngiang dalam benak Kiai Ali Mansur tanpa jawaban. Namun malam itu banyak orang bekerja di dapur untuk menyambut kedatangan tamu, yang mereka sendiri tidak tahu siapa, dari mana dan untuk apa.?
Menjelang matahari terbit, serombongan habib berjubah putih-hijau dipimpin oleh Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi dari Kwitang Jakarta, datang kerumah Kia Ali Mansur. “Alahamdulillah………,” ucap kiai Ali Mansur ketika melihat rombongan yang datang adalah para habaib yang sangat dihormati keluaganya.
Setelah berbincang basa-basi sebagai pengantar, membahas perkembangan PKI dan kondisi politik nasional yang semakin tidak menguntungkan, Habib Ali menanyakan topik lain yang tidak diduga oleh Kiai Ali Mansur: “ Ya Akhy! Mana Syair yang ente buat kemarin? Tolong ente bacakan dan lagukan di hadapan kami-kami ini!” Tentu saja Kiai Ali Mansur terkejut, sebab Habib Ali tahu apa yang dikerjakannya semalam. Namun ia memaklumi, mungkin itulah karomah yang diberikan Allah kepadanya. Sebab dalam dunia kewalian, pemandangan seperti itu bukanlah perkara aneh dan perlu dicurigai.
Segera saja Kiai Ali Mansur mengambil kertas yang berisi Shalawat Badar hasil gubahannya semalam, lalu melagukannya dihadapan mereka. Secara kebetulan Kiai Ali Mansur juga memiliki suara bagus. Ditengah alunan suara Shalawat Badar itu para Habaib mendengarkannya dengan khusyuk. Tak lama kemudian mereka meneteskan air mata karena haru.
Selesai mendengarkan Shalawat Badar yang dikumandangkan oleh Kiai Ali Mansur, Hbib segera bangkit.
“Ya Akhy….! Mari kita perangi genjer-genjer PKI itu dengan Shalawat Badar…!” serunya dengan nada mantap. Setelah Habib Ali memimpin doa, lalu rombongan itu mohon diri. Sejak saat itu terkenallah Shalawat Badar sebagai bacaan warga NU untuk membangkitkan semangat melawan orang-orang PKI.
Untuk lebih mempopulerkannya, Habib Ali mengundang para habib dan ulama (termasuk Kiai Ali Mansur dan KH. Ahmad Qusyairi, paman Kiai Ali Mansur) ke Jalan Kwitang, Jakarta. Di forum istimewa itulah Shalawat Badar dikumandangkan secara luas oleh Kiai Ali Mansur.
Sumber : Antologi NU Jilid I. Pengantar KH. Abdul Muhith Muzadi
Kami segenap Personil Hadroh Al Barjanzi Para Qiayi Ranting PCNU DKM dan Para Remaja Masjid Jamie Al Amier. Mengucapkan
~*"*~ Selamat Hari Raya Idul Fitri ~*"*~
# Taqaballahu mina waminkum shiyamana washiyamakum, Minal Aidzin Wal Faizin, Mohon Maaf Lahir Dan Batin.